Yogyakarta,(rumah-news.blogspot.com)--Duta Besar Amerika
Serikat untuk PBB, Samantha Power, menyebut Rusia melakukan tindakan barbar
dengan mendukung gempuran serangan udara di Aleppo yang diluncurkan oleh
pasukan pemerintah Suriah, usai gencatan senjata berakhir pada awal pekan lalu.
Solusi diplomatik nampaknya sulit untuk
menghentikan pertempuran di Suriah, utamanya setelah perundingan alot para
diplomat AS dan Rusia di rapat Dewan Keamanan PBB menemui jalan buntu. Perang
pun kembali berkecamuk setelah gencatan senjata usai pada Senin (18/9) lalu.
Pasukan rezim Bashar
al-Assad berambisi merebut kembali Aleppo dari kelompok pemberontak yang
menguasai sejumlah wilayah di sana. Akibatnya, pasca gencatan senjata berakhir,
Aleppo terus digempur oleh pasukan Suriah yang kini mencapai posisi terkuat
mereka berkat dukungan Rusia dan Iran.
Pada akhir pekan kemarin saja, CNN melaporkan kota itu dibombardir oleh 200 serangan
udara. Hujan bom di kota itu dilaporkan menewaskan 85 orang dan melukai 300
lainnya. Mengutip laporan kelompok pemerhati HAM anak, Save the Children, The
Guardian melaporkan bahwa hampir setengah dari
korban tewas dan terluka merupakan anak-anak.
"Apa yang didukung dan dilakukan Rusia
bukanlah upaya kontraterorisme, melainkan tindakan barbar," ujar Power di
hadapan 15 anggota DK PBB pada pertemuan yang berlangsung Minggu (25/9).
"Bukannya mendukung upaya perdamaian, Rusia
dan Assad menciptakan perang. Bukannya membantu menyalurkan bantuan kepada
warga sipil, Rusia dan Assad mengebom konvoi kemanusiaan, rumah sakit dan para
sukarelawan yang rela mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan warga,"
tutur Power, dikutip dari Reuters.
Pernyataan Power senada dengan komentar dari
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon yang menyatakan dia "terkejut"
dengan eskalasi militer di Aleppo yang terkepung dan menilai bahwa hujan bom
dari serangan udara di daerah padat penduduk ini merupakan kejahatan perang.
Kejahatan perang
Pernyataan Power itu didukung oleh sejumlah
menteri luar negeri, utamanya dari Perancis dan Inggris, yang menilai Rusia
bisa disebut bersalah atas kejahatan perang yang dilakukan di Suriah.
"Bom yang mampu menembus bungker, yang lebih
cocok untuk menghancurkan instalasi militer, kini menghancurkan rumah,
menghantam tempat berlindung serta melumpuhkan, mencederai dan menewaskan
ratusan warga sipil," kata Matthew Rycroft, duta besar Inggris untuk PBB, dikutip
dari The Guardian.
"Amunisi yang mampu membakar ditajuhkan
sembarangan, menghantam wilayah-wilayah sipil. Sekali lagi, Aleppo berkobar.
Dan di samping semua itu, pasokan air yang sangat penting untuk jutaan orang,
kini ditargetkan," ujarnya.
Rycroft menyebut
bahwa "sangat sulit menampik bahwa Rusia bekerja sama dengan rezim Suriah
untuk meluncurkan kejahatan perang."
Rycroft beserta perwakilan AS dan Perancis
kemudian memutuskan untuk keluar dari ruangan ketika perwakilan pemerintah
Suriah mulai berbicara pada pertemuan itu, sebagai tanda protes atas
serangankan pengeboman yang diluncurkan rezim.
Di kesempatan lain, Menteri Luar Negeri Inggris,
Boris Johnson, juga mengatakan, "Rezim Putin tidak hanya memberikan
senapan kepada Assad, dalam beberapa kasus [Rusia] juga turut menembakkan
senapan itu. Rusia sebenarnya terlibat."
Sementara itu, Rusia menampik tuduhan tersebut.
"Di Suriah, ratusan kelompok bersenjata dipersenjatai, sejumlah wilayah
dibom tanpa tanpa pandang bulu, dan menciptakan perdamaian hampir mustahil
sekarang karena ini," kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin.
CNN.
EmoticonEmoticon